Skip to main content

Aku tahu ini bukan jaminan

Hari ini seperti hari hari biasanya, aku bangun-sekolah-pulang-makan-tidur dan berulang-ulang seterusnya, kalaupun ada kegiatan lain mungkin tak ada yang hebat. Hanya ada sesuatu yang berbeda, aku bersama benda asing yang akhirnya kujadikan kawan untuk bersekolah; kerudung. Jangan pikir bahwa aku berkerudung dan aku baik. Tidak. Aku masih bongkar-pasang, kalau sudah pulang sekolah ya... aku lepas, buat apa panas-panasan.

"Aku mau berkerudung di sekolah dulu, masih belajar" begitu bisikku kalau hendak melepas kerudung. Bahkan, kerudungku tak ubahnya kerudung kekecilan. Entahlah, aku tidak tahu ukuran yang benar kalau berkerudung, yang penting tertutup. Kadang kalau melihat cewek yang rambutnya di hias dan di gaya-gayain sedemikian rupa rasanya ingin kusudahi saja berkerudung seperti ini. Tapi, tekadku untuk memperbaiki diri selalu menyelamatkan kerudungku.

Pada suatu siang, aku hendak berangkat ke bioskop bersama temanku, tentu saja tanpa kerudung. Kemudian ada penumpang yang naik, entah kenapa darahku berdesir melihatnya, yang kulihat adalah perempuan sederhana yang memakai pakaian longgar dengan kerudungnya yang anggun, entah kenapa pula aku malu, sangat malu. Malu yang sama aku rasakan pada saat berkunjung ke rumah teman sebayaku dan ia sedang mengaji, merdu sekali.

Singkat cerita, aku berniat untuk menambah wawasanku soal agama, mulai rajin mengaji dan memperbaiki semua yang negatif. Aku baca buku, website, bertanya ke teman, dan apapun yang mendukung niatku. "Masak orang lain bisa, aku enggak" begitu pikirku. Sampai pada saat aku berada di angkot bersama temanku, ada dua orang perempuan (agak) gemuk dan berpakaian serba ketat yang sedang berbincang. Obrolan mereka berisik sekali, dengan mimik muka yang ekspresif membuat mataku sakit dan mau mimisan melihatnya, di ujung pembicaraan mereka menyindir perempuan entah siapa yang menurut pembicaraan mereka, perempuan tsb jilbaber yang pakaiannya tertutup dan lebar,"Emang gak risih apah! Yakin gak tuh pasti masuk surga?" celetuk salah satu dari mereka. Obrolannya nyerempet pula ke soal pesantren dengan nada yang negatif membuat aku semakin gerah dan untungnya mereka segera turun dari angkot. Fyuuh

"Emang gak risih apah! Yakin tuh pasti masuk surga?" terus terngiang di pikiranku. Aku tidak tahu apakah tujuanku berkerudung adalah surga, surga rasanya terlalu jauh untuk dibayangkan. Menurut yang kubaca, untuk masuk surga bukan hanya modal kerudung, tapi akhlak yang baik. Jadi, kerudung tanpa akhlak yg baik hanya akan menjadi sehelai kain tanpa 'ruh'. Aku tahu tuhanku yang maha baik itu juga maha melihat, tidak akan luput dari catatannya yang baik dan yang buruk. Usaha demi ridhoNya, tak perlu khawatir, semua dapat balasan sesuai perbuatannya.

Pernah kubaca juga artikel tentang jilbab hati, jilbabin hati dulu baru fisik begitu jargonnya. "Ukuran hati yang terjilbabi itu seperti apa sih?" Aku bertanya dalam hati. Apakah dengan tidak lagi berbuat dosa? Kita kan bukan malaikat? Entahlah. Mungkin kalau aku tidak pernah memutuskan berkerudung, aku tidak akan merasakan malu ketika tidak berbuat baik.

Itu ceritaku saat usiaku sekitar 16 tahun.

Lalu apa? Sekarang aku sudah baik? Tidak juga. Aku tidak pernah merasa baik, itu yang membuatku terus berusaha memperbaiki diri. Aku tahu kerudungku bukan jaminan, tapi sudah jelas bahwa tidak menutup aurat tidak akan mencium bau surga. Sama halnya dengan sholat, yang sudah 5 waktupun mustahil terhindar dari dosa, yang berjilbab pun sama, manusia biasa yang jauh dari sempurna. Kalau kautunggu sampai hatimu terjilbabi mungkin sampai seumur hidup. Biarkan jilbab fisikmu yang menjilbabi hatimu juga.

Comments

  1. Berlayar.. Kemudian terbawa ombak sampai sini. :D

    ReplyDelete
  2. Sampaikan terimakasihku pada ombak ya! :))

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Apa yang patut aku cemburui?

Apa yang lebih indah dari mendo'akan secara diam-diam? Bahkan yang namanya selalu kausebut dalam do'a tak pernah menyebut namamu walau dalam mimpinya. Lalu, apa yang lebih sakit dari mantra 'semoga' yang tak pernah berbuah nyata? Tapi inilah adanya, aku masih disini dengan rintihan rindu yang menyayat kalbu, dengan beban asmara yang tak pernah dipikul bersama, tapi.. Aku menikmatinya. Lima tahun silam kita pernah berdua di penghujung sore, menyaksikan sang surya yang kembali ke peraduan. Kau bilang itu sangat indah, bagiku tidak. Andaikan ada 48 jam dalam sehari, dimana aku bisa menghabiskan waktu bersamamu lebih lama, pastilah aku lebih bahagia. Kita terpenjara dalam istilah 'teman'. Baiklah, apa yang buruk dari pertemanan? Tidak ada, kecuali sejak mata itu menikam logika ini, sejak kata dan lakumu berbentuk perhatian yang berlebih dari seorang yang hanya bergelar 'teman'. Hari demi hari kuhabiskan sembari berangan jauh lewati batas nyata. Angan

Jilbab Hati

Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab, “Insyaallah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakannya maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.Hingga di suatu malam…Ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas di pinngir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ia tidak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat jjuga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.“Assalamualaikum, saudariku..”“Wa alaikumsalam.. Selamat datang, saudariku.”“Terima kasih. Apakah ini surga?” Wanita

Tentang diri

Bayangan mereka mengkilap bak permata di mataku, berjalan dengan gagahnya dan penuh wibawa. Pandangan mereka elok terjaga, tak pernah kulihat mata itu genit memandang ikhwan non mahram dan tutur katanya lembut namun tegas dengan lantangnya menyiarkan islam. Merekalah orang-orang yang aku kagumi. "Hai Pecundang! Mau apa kau ada di dunia ini?" Katanya  "Untuk menjadi hamba Allah" Jawabnya "Hamba Allah kau bilang? adakah Hamba Allah yang masih lalai mengerjakan kewajibannya!"Bentaknya "Aku akan berubah" Sahutnya. "Lalu adakah Hamba Allah yang masih membenci orang tuanya?" Kembali ia bertanya "Aku akan berubah dan mengubur benci ini dengan seiring waktu" Sangkalnya "Kau Hamba Allah yang acuh terhadap sunah rasulmu, benarkah" Tanyanya dengan dagu terangkat "Benar, tapi aku akan berubah" jawabnya dengan lirih Setelah puluhan pertanyaan dilontarkan, dengan berlinang air mata ia kembali bertany