Skip to main content

Tentang diri

Bayangan mereka mengkilap bak permata di mataku, berjalan dengan gagahnya dan penuh wibawa. Pandangan mereka elok terjaga, tak pernah kulihat mata itu genit memandang ikhwan non mahram dan tutur katanya lembut namun tegas dengan lantangnya menyiarkan islam. Merekalah orang-orang yang aku kagumi.

"Hai Pecundang! Mau apa kau ada di dunia ini?" Katanya 
"Untuk menjadi hamba Allah" Jawabnya
"Hamba Allah kau bilang? adakah Hamba Allah yang masih lalai mengerjakan kewajibannya!"Bentaknya
"Aku akan berubah" Sahutnya.
"Lalu adakah Hamba Allah yang masih membenci orang tuanya?" Kembali ia bertanya
"Aku akan berubah dan mengubur benci ini dengan seiring waktu" Sangkalnya
"Kau Hamba Allah yang acuh terhadap sunah rasulmu, benarkah" Tanyanya dengan dagu terangkat
"Benar, tapi aku akan berubah" jawabnya dengan lirih
Setelah puluhan pertanyaan dilontarkan, dengan berlinang air mata ia kembali bertanya "Lalu, kapan kau akah berubah wahai orang yang mengaku Hamba Allah? Kau benar, kau Hamba Allah... tapi yang tidak pernah benar-benar menghamba"
Inilah aku; Si Pecundang. Aku masih membenci diriku sendiri, melontarkan makian berkali-kali, hanya kebencian yang semakin membatu pada diriku sendiri.

Temaram di wajahku masih nyata, kilau mereka masih terlalu jernih untuk kugapai. Aku berlari mengejar kilau itu, tapi mereka terlalu cepat dan aku tertinggal jauh. Kupakai apa yang mereka pakai walau tak serupa, kulakukan apa yang mereka kerjakan walau tak sewaktu, namun tetap tak kudapatkan diriku seindah mereka. Duhai Tuhan, bisakah aku yang buruk hati ini berkilau seperti mereka?


Comments

Popular posts from this blog

Apa yang patut aku cemburui?

Apa yang lebih indah dari mendo'akan secara diam-diam? Bahkan yang namanya selalu kausebut dalam do'a tak pernah menyebut namamu walau dalam mimpinya. Lalu, apa yang lebih sakit dari mantra 'semoga' yang tak pernah berbuah nyata? Tapi inilah adanya, aku masih disini dengan rintihan rindu yang menyayat kalbu, dengan beban asmara yang tak pernah dipikul bersama, tapi.. Aku menikmatinya. Lima tahun silam kita pernah berdua di penghujung sore, menyaksikan sang surya yang kembali ke peraduan. Kau bilang itu sangat indah, bagiku tidak. Andaikan ada 48 jam dalam sehari, dimana aku bisa menghabiskan waktu bersamamu lebih lama, pastilah aku lebih bahagia. Kita terpenjara dalam istilah 'teman'. Baiklah, apa yang buruk dari pertemanan? Tidak ada, kecuali sejak mata itu menikam logika ini, sejak kata dan lakumu berbentuk perhatian yang berlebih dari seorang yang hanya bergelar 'teman'. Hari demi hari kuhabiskan sembari berangan jauh lewati batas nyata. Angan

Jilbab Hati

Ada seorang wanita yang dikenal taat beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan menjawab, “Insyaallah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak orang yang menanyakannya maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.Hingga di suatu malam…Ia bermimpi sedang di sebuah taman yang sangat indah. Rumputnya sangat hijau, berbagai macam bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan segarnya udara dan wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih hingga dasarnya kelihatan, melintas di pinngir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela jarinya. Ia tidak sendiri. Ada beberapa wanita disitu yang terlihat jjuga menikmati keindahan taman. Ia pun menghampiri salah satu wanita. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang sangat lembut.“Assalamualaikum, saudariku..”“Wa alaikumsalam.. Selamat datang, saudariku.”“Terima kasih. Apakah ini surga?” Wanita